Adam’s Equity Theory
Semua orang ingin diperlakukan dengan adil. Ini adalah sesuatu yang dapat dimengerti semua orang. Ini juga adalah dasar dari teori yang ditemukan oleh John S. Adams, equity theory (atau secara harafiah, teori keadilan atau kesetaraan). Menurut teori ini, karyawan akan berusaha mempertahankan keadilan antara input yang mereka berikan kepada pekerjaannya dan output yang mereka terima, dengan input dan output orang lain. Yang harus diingat disini adalah penilaian karyawan tersebut akan input dan output orang lain adalah berdasarkan persepsi mereka dan kadang bukanlah apa yang sebenarnya. Artinya, walaupun sebenarnya input dan output yang mereka berikan setara dengan input dan output yang diberikan orang lain, bila menurut persepsi mereka hal ini tidak setara, mereka akan kehilangan motivasi.
Untuk memulai, apa saja itu input dan output?
Input
Input adalah semua hal yang diberikan dan digunakan oleh seseorang kepada pekerjaannya. Hal ini dapat termasuk:
- Usaha
- Kesetiaan
- Komitmen
- Keahlian
- Keterampilan
- Adaptibilitas
- Fleksibilitas
- Ketekadan
- Atusiasme
- Kepercayaan
- Pengorbanan
- Dukungan
Hal – hal ini hanyalah beberapa contoh input seorang karyawan dapat beri kepada pekerjaannya.
Output
Output adalah hal yang diterima oleh sang karyawan karena mereka telah memberikan input. Hal ini dapat termasuk:
- Gaji
- Pengakuan
- Tanggung Jawab
- Reputasi
- Rasa pencapaian
- Pujian
- Rasa perkembangan
- Jaminan kerja
Menurut teori Adam, karyawan hanya akan puas akan pekerjaannya dan termotivasi bila mereka menilai bahwa input yang diberikan dan output yang diterima sebanding. Selain itu, mereka juga akan membandingkan input dan output mereka terhadap orang lain. Bila mereka telah menilai bahwa apa yang didapat adalah adil, baru mereka akan termotivasi.
Mari kita lihat kondisi – kondisi yang dapat terjadi. Pertama mari kita lihat persepsi keadilan karyawan terhadap input yang mereka berikan dan output yang diterima. Bila mereka menilai bahwa input yang diberikan adalah lebih banyak daripada output yang diterima (contoh: mereka bersusah payah bekerja tetapi atasannya tidak mengakui pekerjaan mereka) maka mereka akan kehilangan motivasi. Ini cukup jelas, tetapi dalam kondisi yang terbalik (input rendah; output tinggi), karyawan kita akan merasa bersalah. Contoh, Jika mereka merasa bahwa usaha atau keterampilan yang diberikan kepada pekerjaannya lebih rendah daripada gaji atau pujian yang diterima. Ada beberapa akibat yang dapat terjadi bila karyawan kita merasa bersalah, tetapi sebelum itu mari kita bahas kondisi yang satu lagi.
Sekarang, mari kita lihat apa yang terjadi saat mereka membandingkan keadilan yang mereka terima dengan keadilan yang diterima orang lain. Mereka akan membandingkan input dan output yang mereka berikan/terima dengan input dan output yang orang lain berikan/terima menurut persepsi mereka. Contohnya, bila mereka menilai bahwa input yang orang lain berikan adalah sama dengan input yang mereka berikan tetapi output yang orang lain itu terima lebih besar daripada output yang mereka terima, maka mereka akan merasa marah dan tidak puas akan pekerjaan mereka, dan akan kehilangan motivasi mereka. Bisa juga bila mereka menerima output yang sama dengan output yang diterima oleh orang lain tetapi mereka menilai bahwa input yang diberikan orang lain lebih rendah dari input yang mereka berikan, mereka juga akan kehilangan motivasi. Ada banyak variasi dari situasi ini; input dan output dan penilaian input dan output orang lain masing – masing memilliki 3 kemungkinan (lebih rendah, sebanding, atau lebih banyak); tetapi reaksi mereka dapat dirangkum menjadi dua macam: marah dan rasa bersalah. Sebagai pebisnis, kita tidak mau karyawan kita merasakan kedua ini karena mereka tidak akan dapat bekerja semaksimal mungkin dalam 2 kondisi ini.
Saat merasakan ketidakadilan, karyawan kita bisa melakukan hal – hal ini:
- Mengubah input yang mereka beri.
- Mengubah hasil yang mereka lakukan (contoh: bila mereka dibayar secara piece rate maka mereka dapat memproduksi lebih banyak dengan kualitas yang lebih rendah).
- Mengubah persepsi terhadap diri sendiri (“Mungkin sebenarnya aku lebih berusaha daripada orang lain”).
- Mengubah persepsi terhadap orang lain (“Mungkin sebenarnya Joko berusaha lebih keras daripada aku”).
- Mengeluarkan diri.
Dari kemungkinan – kemungkinan diatas, yang pasti perubahan persepsi adalah hasil yang kita ingin, tetapi karena ini adalah sesuatu yang tidak bisa kita kontrol, apa yang kita harus lakukan sebagai pebisnis adalah memastikan bahwa karyawan kita merasa bahwa mereka telah diperlakukan secara adil.
Untuk memperjelas teori ini, mari kita lihat sebuah contoh. Budi lulus perguruan tinggi nomor 1 di angkatannya dari universitas bermatabat tinggi pada tahun lalu dengan jurusan akuntansi. Setelah lulus, ia diwawancarai oleh banyak sekali perusahaan dan akhirnya menerima tawaran untuk bekerja di perusahaan akuntan nomor 1 di negara. Di perusahaan tersebut, ia diberikan pekerjaan yang menantang, kesempatan untuk berkembang, dan gaji yang paling tinggi di antara teman – temannya yang juga lulus pada tahun sebelumnya. Budi puas akan pekerjaannya dan termotivasi untuk melakukannya semaksimal mungkin. Menurut Budi, input yang dia berikan (keterampilan seseorang yang lulus nomor 1 dari universitas bermatabat tinggi) sebanding dengan output yang ia terima. Karena ini, walaupun Budi menerima begitu banyak output dibandingkan teman – temannya yang juga lulus tahun lalu, menurut persepsi Budi dia menerima output yang sebanding dengan input yang dia berikan.
12 bulan telah berlalu dan pekerjaannya masih menantang. Atasannya pun memberi Budi waktu luang untuk menghadiri seminar dan workshop yang dapat membantu dia kedepannya. Karena puas akan pekerjaan Budi, atasannya pun memberikan kenaikan gaji. Tetapi, pada suatu hari perusahaannya merekrut murid yang baru saja lulus dari almamater Budi. Selain itu, gaji yang murid itu terima langsung adalah gaji yang sama dengan gaji yang sekarang Budi terima setelah 12 bulan di perusahaan itu. Budi langsung marah, kehilangan motivasi, dan bahkan ingin mencari pekerjaan lain.
Sekarang mari kita lihat mengapa Budi kehilangan motivasi. Walaupun sebelumnya Budi telah puas akan output yang dia terima, setelah melihat bahwa ada orang baru yang masuk perusahaannya, memberi input yang lebih sedikit daripada Budi (baru lulus, tidak mempunyai pengalaman Budi, bukan nomor 1 di angkatannya), Budi jadi merasa tidak puas akan output yang diterima; Budi merasa bahwa dia tidak diperlakukan secara adil. Pada akhirnya, walaupun situasi Budi tidak berubah, motivasi dia tetap hilang.
Equity theory adalah sesuatu yang sangat penting dalam memotivasi karyawan. Kita harus selalu mengingat bahwa karyawan kita menginginkan keadilan, baik secara persepsi terhadap diri sendiri, maupun keadilan dirinya terhadap orang lain. Walau tampak sederhana, kita harus mengingat untuk tidak hanya memperhatikan bagaimana kita memperlakukan mereka, tetapi juga bagaimana mereka melihat teman sekerja mereka diperlakukan. Kita harus memiliki keadilan dalam tempat kerja kita, karena kalau tidak karyawan kita tidak akan bisa kerja semaksimal mungkin.
Source:
https://www.mindtools.com/pages/article/newLDR_96.htm
https://en.wikipedia.org/wiki/Equity_theory
Robbins, S. P., & Judge, T. A. (2010). Organizational Behavior. Beijing: Tsinghua University Press.
Stimpson, P., & Smith, A. (2011). Business and Management for the IB Diploma. Cambridge: Cambridge University Press.