Dalam mekanisme perekonomian saat ini, problema pandemi covid-19 berdampak multi-player effect. Puluhan juta pelaku UMKM sampai saat ini melakukan pemecatan secara sepihak karena sudah kehabisan nafas.
Kesenjangan yang segera dijawab oleh Pemerintah dengan me-review lagi perpanjangan kebijaksanaan pembebasan PPh Final UMKM yang sebelumnya mulai dari April s.d September 2020. Itu artinya selama 6 bulan UMKM memperoleh PAJAK GRATIS.
UKM adalah pertahanan terakhir atau kita bisa bilang the last frontier yang harus dijaga oleh pemerintah. Hal ini mengacu pada kontribusi UKM pada PDB dengan kisaran angka 60% atau Rp. 8.500 triliun, serta kapabilitas mereka yang mampu menyerap kurang lebih 96% tenaga kerja atau sekitar 117 juta orang.
Selain penanganan krisis keuangan untuk sektor informal, Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal pajak berencana untuk memperpanjang pajak gratis hingga akhir tahun 2020. DirJen Pajak, Suryo Utomo menyatakan perpanjangan insentif pajak bertujuan untuk menggairahkan kembali sektor UMKM yang saat ini masih lesu akibat pandemi covid 19.
Regulasi yang sangat menguntungkan, karena selama ini UMKM membayar pajak penghasilan sebesar 0.5% dari omzet yang mereka raih. Namun setelah Covid-19 atau New Normal semakin meluas, pemerintah memberikan kebebasan PPh untuk UMKM dengan omzet dibawah Rp. 4,8 miliar per tahun atau Rp. 13,1 juta per harinya.
Sementara itu untuk skema kebijaksanaan lainnya, pemerintah telah berbarengan menggelontorkan 4 langkah yang selaras dengan faktor demand sebagai pendorong dari tingginya konsumsi rumah tangga, yaitu:
- Bantuan Langsung Tunai atau BLT yang didalamnya ada kartu pra kerja untuk UMKM yang masuk kategori miskin dan kelompok rentan.
- Pemberian relaksasi dan restrukturisasi kredit UKM. Antara lain: penundaan angsuran dan subsidi bunga, penerima KUR, kredit ultra mikro dan sebagainya.
- Perluasan pembiayaan bagi 23 juta UKMKM berupa stimulus bantuan modal kerja darurat.
- Menjadikan Kementerian atau lembaga BUMN dan Pemda sebagai penopang bagi ekosistem usaha UMKM terutama dalam tahap awal pemulihan.
Ekosistem Digital
Mengingat mereka yang berhasil tumbuh dengan baik di masa pandemi adalah UKM yang sudah terhubung ke dalam skema ekosistem bisnis digital. Kenaikan pendapatannya hingga 165% dan produktivitas kurang lebih terdistribusi 117%.
Namun tantangan pertama dalam upaya mengintegrasikan UMKM dengan ekosistem digital adalah waktu. Mengingat hingga saat ini baru mencapai 8,344 juta atau 13% saja UMKM yang sudah melek teknologi. Artinya sekitar 87% sifatnya masih offline. Cukup jauh jaraknya bila dibandingkan dengan data kementerian Koperasi yang melaporkan jumlah UMKM di tanah air mencapai 64,19 juta.
Terdapat 3 faktor menurut Yudi Candra yang menyebabkan UMKM di Indonesia mengalami perlambatan Go Online, sedangkan di Amerika sudah 90%, antara lain yaitu:
- Masih banyak pelaku UMKM yang belum bisa memanfaatkan hiruk pikuk kemudahan promosi berbasis media sosial.
- Minimnya pendampingan dari pemerintah akan pemahaman tentang digitalisasi dan potensi media sosial sebagai sarana promosi.
- Masih sangat banyak sekali pelaku usaha yang belum membuat medsos, bahkan tidak sedikit pula yang sudah punya hanya saja tidak bisa mengoperasikan karena dibuatkan teman atau kolega.
Oleh sebab itu, saat ini pemerintah telah mentargetkan 10 juta UMKM go online hingga akhir tahun ini. Strateginya dengan menjalin kerjasama bersama sejumlah e-commerce ternama untuk menyerap berbagai produk UMKM. Pun juga, pihak pemerintah aktif menyelenggarakan program EDUKUM. Melalui program program ini pelaku UMKM akan diberikan pelatihan untuk memperluas akses pasar dan memperbaiki proses bisnis menuju era digital.