Melakukan kesalahan adalah bagian dari kehidupan. Banyak sekali yang kita bisa pelajari dari kesalahan, dan kesalahan bisa menjadi kesempatan untuk belajar lebih banyak. Yang pasti adalah bahwa semua orang tidak ingin melakukan kesalahan dan ingin menghindari kegagalan sebisa mungkin. Namun hal tersebut bukanlah sesuatu yang bisa kita selalu hindari. Mungkin juga kesalahan tersebut bukan karena kita tetapi karena faktor eksternal. Tapi apakah mungkin kita bisa menggunakan kesalahan itu sebagai lebih dari sekadar kesempatan belajar?
Service recovery paradox (SRP) adalah sebuah paradoks dimana koreksi kegagalan atau kesalahan dalam servis sebuah bisnis, menghasilkan kenaikan dalam customer loyalty (kesetiaan pelanggan). Alasan istilah tersebut disebut paradoks adalah karena menurut intuisi kita kegagalan atau kesalahan yang dilakukan dalam servis bisnis akan selalu mengurangi kesetiaan pelanggan kita. Namun, menurut istilah ini, melakukan kesalahan atau kegagalan dalam bisnis justru dapat menaikan kesetiaan pelanggan kita, asalkan pembetulan kegagalan atau kesalahan tersebut kita lakukan dengan benar.
Sebagai contoh, ada pelanggan yang ingin membeli kue untuk hari ulang tahun anaknya besok. Untuk itu, dia pergi ke toko kue dan membeli satu kue ulang tahun dengan ucapan selamat ulang tahun tertulis diatasnya. Pemilik toko berkata bahwa kue tersebut akan selesai dalam waktu satu jam dan dia bisa pergi dahulu dan kembali saat kuenya sudah selesai. Pelanggan tersebut membayar kuenya dan pergi jalan – jalan. Setelah satu jam, waktu dia balik untuk mengambil kue, pemilik toko kue mengatakan bahwa mereka mengalami masalah: oven yang mereka gunakan untuk membuat kue tiba – tiba rusak, jadi kuenya baru jadi satu jam lagi. Sebagai kompensasi, mereka akan mengantar kuenya secara gratis. Pelanggan tersebut memerlukan kuenya untuk besok, jadi menunggu satu jam lagi tidak akan menjadi masalah, tetapi karena kuenya juga akan diantar secara gratis, pelanggan merasa bahwa toko kue tersebut peduli dengan tingkat kepuasan dia dan akhirnya si pelanggan akan lebih setia dengan toko tersebut. Inilah contoh dari SRP; dimana sang pelanggan akhirnya akan mempunyai kesetiaan terhadap toko kue tersebut lebih banyak daripada jika kegagalan dalam servis tidak terjadi.
Kepuasan Pelanggan
Grafis diatas mengilustrasikan alasan mengapa dalam contoh tersebut, SRP terjadi. Seperti yang bisa dilihat, bar ke-3 memperlihatkan bahwa walau kepuasan pelanggan berkurang karena kue yang dipesan telat, tetapi karena kue yang dipesannya diantar secara gratis dan ia merasa bahwa toko kuenya peduli atas kepuasan dari pelanggan mereka, maka tingkat kepuasan (yang lalu berubah menjadi kesetiaan) pelanggan akan lebih tinggi.
Sayangnya, service recovery paradox tidak bisa terjadi di segala situasi. Menurut Vincent P. Magnini, John B. Ford, dan Earls D. Honeycutt dalam makalah yang mereka tulis berjudul “The service recovery paradox: justifiable theory or smoldering myth?”, efektifitas ini akan tergantung beberapa faktor:
- Berkurang bila pelanggan tersebut pernah mengalami kegagalan sebelumnya (apalagi bila kegagalan tersebut adalah kegagalan yang sama).
- Berkurang untuk kegagalan besar.
- Sama saja untuk pelanggan yang lama maupun baru.
- Bertambah bila pelanggan mempercayai bahwa kegagalan tersebut adalah di luar kontrol kita.
- Bertambah bila persepsi pelanggan adalah bahwa kegagalan itu adalah kegagalan yang tidak dapat diduga.
Seperti yang bisa dilihat, ada banyak situasi dimana SRP tidak akan bekerja; artinya adalah kita tidak bisa sengaja melakukan kesalahan untuk mendapatkan customer loyalty yang lebih banyak. Apa yang SRP ajarkan kita adalah bahwa kita tidak boleh menyerah bila melakukan kesalahan atau kegagalan dalam servis bisnis; karena bila kita melakukan koreksi dengan benar, maka kita mendapatkan pelanggan – pelanggan yang jadi lebih setia dari sebelumnya.
Source:
- http://www.infosurv.com/the-service-recovery-paradox/
- https://www.customerthermometer.com/customer-retention-ideas/the-service-recovery-paradox/